Senin, 29 September 2008

Kisah di akhir Ramadhan

Betapa waktu seakan mengajak kita menjauh dari bula ini, tak terasa kiat dekat idul fitri. Aktivitas ramadhan akan segera usai.  Hingar bingar lebaran sudah mewarnai lorong-lorong pasar dan mal-mal yang tersebar, dijejali manusia yang entah untuk apa ?

Sebagai renungan, apakah aktivitas kita selama ramadhan itu apakah formal ibadah atau formalitas belaka, entahlah... yang jelas kita melaluinya dengan niatan ibadah. Tadarussan Al-Quran sudah tak terdengar lagi, ceramah-ceramah  atau kultum sudah tak ada lagi. Sudah sudah selesai.

Lantas apa harapan kita ?

Saya terkadang kaget, mengapa romadhan kita tak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan perbuatan kita ? cobalah tengok, kekerasan terjadi, tawuran antar pelajar terjadi diwaktu orang bersiap tarawih, aneh...

Tetapi sebagai hiburan, janji Allah tetap haqqul Yaqin, hanya beberapa orang saja yang dapat merasakan nikmat dan syahdunya bulan nan suci dan barokah ini. Amiin. 

Minggu, 20 Juli 2008

Kekayaan Hati


Betapa sering kita melihat yang jauh...

Betapa suka kita membayangkan sesuatu yang tidak mungkin

Jauhnya gunung jadikan pedoman,.. indahnya, hijaunya dan mempesonanya

Bukankah sering kita menerawang kebahagiaan orang lain

Bukankah kita menganggap kalau mereka, mereka yang kaya itu bahagia

Bersedan , perlente , nyaris lengkap semua ada padanya

Kadang kita simpulkan mereka sungguh telah bahagia

Bukankah sering seperti itu kondisi hati kita selama ini

Lihat yang tua

Ah .... masih jauh dari tutup usia

Bergumam tanpa sengaja , kita kan masih muda

Betapa kita tak sadar ajal mengintai kita !


Hati ini adalah modal

Tak mudah dibohongi

Tara yang pasti

Pastikan ia terpelihara

Jauhkan ia dari formalin-formalin yang membuatnya terinfeksi penyakit

Lapangkan, isi dengan kesejukan

Kesejukan itu adanya pada belajar menerima ketentuan Allah

Dengan ikhlas



Sabtu, 28 Juni 2008

Syukur yang terlupakan...


Ketika kita memaknai hidup adalah sesuatu yang dinamis, maka kita berada dalam kondisi yang
siap bersaing. Orang yang dinamis
pula
lah yang siap menang. Kedinamisan itu dapat diwujudkan dalam bentuk memperoleh rizki, bisa pula dalam mengejar kehidupan akhirat.

Lalu, ketika kita sudah sebagai winner apakah kita layak berbangga diri, merasa kita yang berjuang ? sangat tidak....
Sebagai insan yang beriman, kita tidak layak berbangga diri karena mendapatkan kesuksesan, kebesaran atau mendapat jabatan. Ada Dzat yang Maha Menentukan kita, Allah Subhanahu wata'ala.

Wujud kerendahan hati kita adalah bersyukur, syukur yang tidak terbatas dalam ibadah ritual, tetapi lebih jauh dalam konteks kehidupan sosial.

Upaya Hati ...


Pada saat tertentu, kita akan berhadapan dengan kenyataan yang tidak kita kehendaki. Kondisi itu akan menampakkan hakikat jatidiri manusia yang mengalaminya. Sikap menerima dan dapat mengendalikan hati pada waktu itu akan membawa kita ke arah kedamaian, ketenangan dan kebesaran hati, yang pada akhirnya kita akan jadi pemenang. Sebaliknya, bila kita terpedaya menolak, tidak menerima keadaan dan cenderung berontak, maka kehinaan dan kehancuran kan menerpa kita dan akhirnya akan sengsara.

Hati ini senantiasa berubah, lembut bagai sutera suatu waktu dan keras laksana baja di waktu yang lain. Wajarlah kemuadian hati dinamai qolb (sesuatu yang tidak menentu ).

Hati harus senantisa terasah, dilatih dan diberi asupan gizi yang dapat menambah daya kekuatan dan selalu halus. Gizi itu adalah zikir, qiroatul quran dan siraman rohani lainnya.