Sabtu, 09 Juli 2011

Petunjuk Itu Ada di Jalan Mereka yang Mencarinya

Kebahagiaan dan keberhasilan itu memiliki tanda-tanda yang bisa ditangkap dan isyarat-isyarat yang tampak. Tanda-tanda dan isyarat-isyarat itu adalah saksi peningkatan tahapan yang bisa dicapai.

Di antara tanda-tanda kebahagiaan dan keberhasilan itu adalah bahwa semakin ilmu seorang hamba bertambah, maka akan bertambah pula kerendahan hatinya dan rasa belas kasihnya. Seperti mutiara yang mahal, semakin dalam tempatnya di dasar laut, maka semakin tinggi harganya. Dan, orang yang bijaksana akan menyadari bahwa ilmu itu adalah anugerah, yang dengannya Allah mengujinya. Jika ia mensyukuri dan menerimanya dengan baik, maka Allah akan mengangkat derajatnya.

Semakin orang itu bertambah amal perbuatannya, maka akan semakin bertambah pula kehati-hatian dan rasa takutnya kepada Allah s.w.t. Dia akan semakin berhati-hati agar kakinya tidak tergelincir, lisannya tidak kelepasan omongan, dan hatinya tidak berbalik. Dia selalu bercermin dan mewanti-wanti dirinya. Bak seorang burung yang sangat hati-hati, setiap kali hinggap di satu dahan, maka dia akan secepatnya terbang dan hinggap di dahan yang lain. Dia takut terhadap bidikan peluru si pemburu. Semakin bertambah usia seorang hamba, maka semakin berkurang ketamakannya. Karena dia telah menyadari bahwa dirinya semakin mendekati akhir perjalanan, telah banyak tahapan kehidupan ini yang dilaluinya, dan sudah mendekati sebuah keyakinan yang pasti terjadi: kematian. Semakin bertambah hartanya, maka semakin ia menjadi lebih dermawan dan semakin banyak memberi. Sebab harta hanyalah barang titipan, sementara yang memberi harta itu adalah si Penguji. Kemungkinan-kemungkinan untuk membelanjakan harta itu adalah kesempatan untuk mendapatkan tambahan nilai dari si Penguji, dan kapan pun kematian selalu mengintai. Semakin meningkat status dan kehormatannya dalam masyarakat, maka semakin dekat ia denganmasyarakat, semakin mudah memberi, dan semakin rendah hati. Seluruh hamba itu adalah makhluk Allah, dan yang paling dicintai-Nya adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada sesama.

Sedangkan tanda-tanda kesengsaraan adalah semakin bertambah ilmu seseorang, maka ia semakin sombong dan angkuh dalam tindak tanduk. Ilmunya tidak bermanfaat, hatinya kosong, wataknya berangasan, dan tabiatnya kasar. Semakin bertambah amal perbuatannya, maka semakin tinggi kesombongannya, semakin kecil nilai orang-orang di sekitarnya, dan semakin baik prasangkanya terhadap dirinya sendiri. Ia merasa bahwa dirinya akan mendapatkan semua keberhasilan, sedangkan yang lain akan berjalan di bibir kehancuran. Semakin bertambah usianya, semakin bertambah sifat rakusnya. Dia terus memupuk harta, tanpa harus mengeluarkannya. Berbagai bencana, musibah, dan malapetaka tidak pernah menyentuh hati dan menyadarkannya. Semakin bertambah harta, semakin bertambah pula kekikirannya. Tak ada nilai-nilai yang bisa dibanggakan di dalam hatinya. Tak ada bekas-bekas pengorbanan di telapak tangannya. Dan, tak nampak guratan-guratan akhlak mulia di wajahnya. Semakin tinggi status dan kedudukannya di masyarakat, maka semakin tinggi pula kesombongannya. Dia tertipu dan terpedaya. Obsesinya tinggi, semburan nafasnya kuat, dan kepakan sayapnya keras, namun pada akhirnya tak ada yang diraihnya. Rasulallah pernah bersabda,”Kelak pada hari Kiamat, orang-orang yang sombong akan dihimpunkan dalam barisan semut-semut kecil yang diinjak-injak oleh kaki manusia.” Semua ini adalah cobaan dan ujian dari Allah bagi hamba-hamba-Nya. Ada yang dengan ujian ini menjadi bahagia, namun ada pula yang dengan ujian ini menjadi sengsara.

Sumber : La Tahzan hal. 391

Senin, 24 Januari 2011

HEAD, HEART DAN GUTS

Dalam beberapa kesempatan yang lalu, tepatnya beberap tahun yang lalu, saya pernah membaca buku yang serupa dengan judul yang tertera di atas. Tulisan itu mengenai konsep pendidikan yang diharapkan mengarah pada pembentukan pribadi siswa yang mempunya kecerdasan ( Head ), Perasaan ( Heart) dan tentu saja mampu mengaflikasikan dalam bentuk keterampilan ( Hand ). Buku ini muncul ketika pemerintah mencanangkan kurikulum berbasis kompetensi ( KBK ). Sayangnya kurikulum ini tidak bertahan lama yang kemudian berubah menjadi KTSP ( kurikulum tingkat satuan pendidikan ).
Dalam kontek Head, Heart dan Guts, percis sama. Cuma tulisan ini diarahkan kepada seorang pemimpin yang tidak hanya mempunya kecakapan secara parsial, tetapi pemimpin yang mempunya kecakapan secara konprehensif. Selain mempunyai kecerdasan ( Head ), perasaan, nurani ( Heart ) juga mempunyai keberanian mengambil tindakan ( Guts ).
Kecakapan yang harus dimiliki pemimpin ini tidak didapat secara mendadak atau instan, tetapi melalui proses panjang dalam sebuah alur pendidikan yang dialaminya.
Kecerdasan yang disimbolkan dengan kepala, dianggap sebagai awal dari pengambilan keputusan. Berdasarkan pengamatan dari berbagai penilaian dalam rekrutmen pegawai, maka tes intelegensi menjadi bagian pertama penentuan kelulusan pegawai. Wajar dalam Al quran , Allah memberi isyarat dengan basthotan fil'lmi.
Perasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin akan sangat berarti apabila sipemimpin itu mempunyai hati yang lembut. Mau turut berempati dan senantiasa simpati terhadap kejadian yang dianggap meluluhlantahkan perasaan orang lain, terutama bagian yang dipimpinnya. Hati yang seperti ini hanya akan ada pada diri yang senantiasa dekat gengan Robbnya.
Keberanian/nyali seorang pemimpin dalam mengambil tindakan yang mungkin dianggap tidak populis tetapi dilihat jangka panjang akan menguntungkan. Tengoklah tindakan Rasulullah yang berani menerima perjanjian Hudaibiyah. sebagian sahabat tidak menerima sebab merasa akan dirugikan, tetapi akhirnya mereka menerima dan terbukti beberapa hari kemudian mereka tersadar hikmah dari perjanjian tersebut.
Tentu saja ini adalah bagian penting buat kita semua sebagai pemimpin dari semua tingkatan. Pemimpim dirinya dan akan bertanggungjawab sepenuhnya kelak

Senin, 10 Januari 2011

PRILAKU SISWA

Dalam berbagai kesempatan, kita sering dihadapkan dengan keadaan yang jauh dari harapan. Anak sebagai bagian dari masyarakat yang akan tumbuh dan menjadi manusia dewasa kerap kali berulah yang cenderung tidak sesuai dengan pola yang telah diberikan oleh oarang dewasa. Orang dewasa disini boleh jadi orang tuanya, guru-gurunya atau orang lain disekitarnya yang tentunya telah memberikan bimbingan kepada anak tersebut.

Kenyataan yang dihadapi, ketika orangtua mendapatkan prilaku anaknya cenderung "berulah", orangtua akan bertanya : Mengapa mereka bisa berbuat seperti itu, padahal kata mereka; kami tidak megajarkan hal yang demikian ?

Sesekali saya mendapatkan perasaan yang hampir menutup asa dalam jiwa. Mengapa tidak, anak sebagai siswa yang terdidik masih melakukan perbuatan yang tercela ? Harapan gurunya, siswa itu manut, berakhlak dan rajin.

Tulisan ini berawal dari beberapa orangtua siswa yang saya ajak bicara mengenai anaknya. Ketika saya ceritakan bahwa guru mereka telah kesulitan membina anak mereka dan hampir dibuat prustasi, mereka menjawab, kamipun sama, telah membina mereka. Lantas kalau begitu proses pembinaan siapa yang telah keliru sehingga tidak depat mencapai tujuan ?

Kadang kalau dipikirkan, apakah masyarakat secara umum turut memfasiltasi anak berprilaku negatif? atau media elektronik yang jam tayangnya sepertinya tidak mengerti kondisi anak-anak yang butuh teladan yang baik.

Sebagai penghargaan buat guru-guru, saya sampaikan : Bersabarlah, jangan lekas merasa gagal dalam membina mereka. Mereka yang cenderung berprilaku negatif itu prosentasenya kecil, masih dibawah 2 %. Walau begitu disampaikan kepada mereka, inilah peluang kita untuk terus berkreasi, berupaya mencari metode terbaik membawa mereka ke jalan kebaikan.

Bersabarlah wahai guru ! Bagian kita ada di dalamnya. Yakinlah siapa yang berusaha dengan sebaik-baiknya akan mendapatkan bagian yang jauh lebih baik dari apa yang telah diperbuat.